Biografi Cut Nyak Dhien
Biografi Cut Nyak Dhien
Cut
Nyak Dhien adalah salah seorang wanita yang dengan keberaniannya menantang para
penjajah Belanda dimasanya. Menjadi pahlawan nasional sangat pantas jika
disematkan pada nama beliau. Nama lengkapnya ialah Cut Nyak Dhien. Beliau lahir
pada tahun 1848 di Lampadang, Kesultanan Aceh. Beliau dilahrkan ditengah-tengah
keluarga bangsawan yang mempenyai pondasi agama yang kuat. Cut Nyak Dhien
adalah salah seorang wanita yang dengan keberaniannya menantang para penjajah
Belanda dimasanya. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia. Ia merupakan keturuanan
dari Datuk Makhudum Siti dan ibunya merupakan putri dari Uleebalang Lampagar.
Pada masa kecil Cut Nyak Dhien, ia
belajar banyak tentang ilmu agama dari para guru agma dan kedua orangtuanya.
Selain itu, ia juga memperoleh pengetahuan mengenai rumah tangga, baik itu
memasak ataupun melayani suami dan hal-hal yang menyangkut kehidupan
sehari-hari. Hal-hal tersebut diajarkan oelh ibunya dan kerabatnya. Karena
pengaruh didikan agama yang kuat dan didukung suasana lingkuangannya, Cut Nyak
Dhien memiliki sifat tabah, teguh pendirian, dan tawakkal.
Oleh karena itu, sempat banyak
laki-laki yang menyukainya. Sampai pada usia 12 tahun, tepatnya pada tahun
1862, ia dinikahkan oleh kedua orangtuanya dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga
putra dari Uleebalang Lamnga XII. Namun, pada tahun 1878, Teuku Ibrahim Lamnga,
suami dari Cut Nyak Dhien tewas karena telah gugur dalam perang melawan Belanda
di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878.
Meninggalnya Ibrahim Lamnga membuat duka
yang mendalam bagi Cut Nyak Dhien. Tidak lama setelah kematian Ibrahim Lamnga,
Cut Nyak Dhien dipersunting oleh Teuku Umar pada tahun 1880.
Pada awalnya, Cut Nyak Dhien
menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan
perang. Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka
dikaruniani seorang anak laki-laki yang diberi nama Cut Gambang. Setelah
pernikahnnya dengan Teuku Umar, ia bersama suaminya bertempur bersama melawan
Belanda. Karena Teuku Umar juga merupakan salah seorang tokoh yang melawan
Belanda.
Perang dilanjutkan secara gerilya
dandikobarkan perang fi’sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan
gerakan dengan mendekati Belada dan hubungannya dengan Belanda semakin kuat.
Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan padukannya yang berjumlah 250
orang pergi ke Kutaraja dan “menyerahkan diri” kepada Belanda. Belanda sangat
senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka
memberikan gelar pada Teuku Umar. Gelarnya yaitu Teuku Umar Johan Pahlawan dan
menjadikannya sebagai komandan pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Namun,
Teuku Umar merahasikan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh
sebagai penghianat oelh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut
Nyak Dhien dan memakinya.
Cut Nyak Dhien berusaha
menasihatinya. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Lalu,
Teuku Umar mencoba untuk mempelajari taktik Belanda. Ketika jumlah orang Aceh
pada pasukan tersebut cukup, ia melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan
mengklaim bahwa ia ingin menyerang Aceh.
Kemudian, Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien
pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi
Belanda. Namun, ia tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het Verrad
van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar)
Hal tersebut menyebabkan Belanda
marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar dan Cut
Nyak Dhien. Namun, gerrilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari Belanda.
Mereka mulai menyerang Belanda dan pasukan musuh berada pada kekacauan.
Kemudian, Jendral Van Swieten diganti
oleh Jakobus Ludovicius Hubertus Pel dan dengan cepat terbunuh serta pasukan
Belanda kembali berada pada kekacauan.Lalu, Belanda mencabut gelar Teuku Umar
dan membakar rumahnya dan juga mengejar keberadaannya.
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien terus
menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis
Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti Jendral yang bertugas.
Unit “Marechaussee” lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat
sulit ditakhlukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan “De Marsose”
merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada dijalannya.
Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van
der Heyden membubarkan unit “De Marsose”. Peristiwa ini juga menyebabkan
kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan
jihad kehilangan nyawa mereka dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.
Jendral Joames Benedictus van Heutsz memnfaatkan
kekuatan ini dan ulai menyawa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak
Teuku Umar sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk
menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar gugur
tertembak peluru.
Setelah kematian Teuku Umar, Cut
Nyak Dhien memimpin pasukan perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman
Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini
terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda
sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dhien juga
sudah semakin tua.
Kemudian, Cur Nyak Dhien ditangkap
dan dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di rumah sakit disana. Sementara itu, Cut
Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah
dilakukan oleh ayah dan ibunya.
Penyakit seperi rabun dan encok
berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dhien akhirnya dibuang ke Sumedang,
Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan
semangat perlawanan dan juaga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang
belum tunduk.
Namun, pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal dunia karena usianya yang sudah tua. Pada batu nissannya, tertulis riwayat hidupnya, tulisan bahasa Arab , Surah at-Taubah dan Al-Fajr serta hikayat cerita Aceh.
Tugas Kelompok 4
Nama Anggota :
1. Anita Sugi Ramayanti (01)
2. Dwi Ayu Istiqomah (08)
3. Novi Hartati (28)
4. Savira Alfi'atur R. (33)
5. Sinta Ayu P. (35)
Namun, pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal dunia karena usianya yang sudah tua. Pada batu nissannya, tertulis riwayat hidupnya, tulisan bahasa Arab , Surah at-Taubah dan Al-Fajr serta hikayat cerita Aceh.
Dari
ulasan diatas, suri tauladan dari Cut Nyak Dhien adalah selalu ikhlas dalam
melakukan sesuatu, memiliki sikap yang pemberani, tegas, jujur, percaya diri,
rela berkorban, bertanggung jawab, dan tidak takut pada ancaman.
Tugas Kelompok 4
Nama Anggota :
1. Anita Sugi Ramayanti (01)
2. Dwi Ayu Istiqomah (08)
3. Novi Hartati (28)
4. Savira Alfi'atur R. (33)
5. Sinta Ayu P. (35)
Informasi
diatas kami dapatkan dari artikel di wikipedia dan juga dengan beberapa situs
yang membahas informasi yang sama. Itulah sedikit ulasan mengenai biografi Cut
Nyak Dhien yang dapat kami sampaikan. Terima kasih.

Komentar
Posting Komentar